Penerbit : IndiePublishing
Penulis : Akmal Sjafril
Ukuran : cm
Halaman : xxii + 226 halaman
Cover : SC
Berat : - gr
Harga : Rp. 50.000,-
(Disc. 15%)
Sinopsis :“Buku ini memang sangat menarik untuk dibaca, dan saya rasa seharusnya bisa diikutsertakan dalam Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) untuk setiap mahasiswa Islam, para aktifis dan kader, dan seluruh lapisan umat, termasuk jamaah majelis ta’lim, baik di perumahan atau perkantoran.”
Ahmad Sarwat, Lc.
Dosen www.kampussyariah.com
“…buku yang patut dibaca oleh para cendekiawan, para pemikir, bahkan juga para mahasiswa Muslim yang ingin mendalami betapa lemahnya argumentasi-argumentasi yang dikemukakan kaum Islam liberal. Pemikiran-pemikiran mereka sesungguhnya sangat tidak logis dan juga sangat lemah; hanya hawa nafsu untuk mengacaukan pemikiran umat Islam. Sayangnya mereka tidak pede untuk tidak memakai nama Islam.”
Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc.
Direktur Pasca Sarjana Universitas Ibn Khaldun, Bogor
“Membaca karya-karya Akmal, Anda akan mendapat alasan yang sangat logis dan urgen untuk memusuhi aliran sesat yang satu ini!”
Jonriah Ukur (Jonru)
Pendiri dan Mentor www.SekolahMenulisOnline.com
**********************************
Kenapa harus diberi judul Islam Liberal 101?
Islam Liberal 101 bisa dianggap sebagai kuliah pengantar untuk memahami fenomena Islam liberal. Selama ini wacana Islam liberal hanya menjadi konsumsi para cendekiawan. Menurut saya akan menarik sekali kalau elemen umat yang lainnya juga diikutsertakan. Kebetulan, ust. Ahmad Sarwat menambahkan bahwa buku ini pas untuk dijadikan referensi bagi MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum) untuk semua mahasiswa Muslim. Mudah-mudahan ini berarti tujuan awal penulisannya tercapai.
Mengapa seluruh elemen umat harus dilibatkan dalam wacana ini?
Para ulama membagi ilmu menjadi dua, yaitu ilmu yang fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Memang benar, dalam segala hal pasti ada spesialisasinya. Untuk menghadapi Islam liberal pun tak mesti semua orang turun tangan. Akan tetapi perlu diingat pula bahwa wacana-wacana yang mereka bawa sudah menyentuh masalah ‘aqidah, yang sudah barang tentu masuk dalam wilayah fardhu ‘ain. Tidak semua orang mesti mendebat Islam liberal di forum-forum terbuka atau menulis buku-buku atau artikel-artikel untuk menghadangnya, tapi minimal semua orang bisa mendeteksi kesalahan-kesalahan Islam liberal.
Tambahan lagi, ajaran liberalisme ini menyusup ke mana-mana berkat bantuan media massa. Kalau sudah begitu, korbannya bisa jadi anggota keluarga kita sendiri. Tentu saja kita semua tak boleh tinggal diam. Paling tidak kita bisa melindungi diri dan keluarga sendiri.
Apakah umat Islam yang ‘awam’ bisa mencerna isi buku ini?
Justru untuk merekalah buku ini dibuat! Buku ini memang sengaja menghindari pembahasan yang terlalu mendalam dan filosofis untuk menjelaskan latar belakang pemikiran Islam liberal. Sebagai gantinya, buku ini menawarkan ‘latihan kepekaan’ bagi para pembacanya agar bisa mendeteksi trik-trik yang biasa digunakan oleh kaum liberalis. Sebab seringkali yang membuat orang bingung menghadapi mereka adalah trik-triknya itu.
Bisa dijelaskan trik-triknya seperti apa?
Saya beri contoh. Di Twitter, ada seorang doktor yang sebenarnya tidak ‘liberal-liberal amat’, tapi bisa dikatakan simpatisan lah! Ketika itu saya sedang membicarakan pluralisme. Saya menolak anggapan bahwa semua agama itu sama. Islam itu beda dengan yang lainnya. Sekonyong-konyong pak doktor ini bertanya sinis: “Jadi agama lain harus dibasmi?” Nah, kalau kita terjebak menjawab pertanyaan semacam ini, yang sebenarnya tidak perlu dijawab karena sangat tidak relevan, maka kita akan terseret pada permainannya. Memang biasanya para penganut agama liberal ini suka berfantasi bahwa mereka itu moderat, demokrat, menjunjung tinggi perbedaan, sedangkan yang menentang mereka adalah orang-orang radikal, biadab, jumud, taqlid, jahil dan sebagainya. Oleh karena itu, mereka menyangka bahwa para penolak pluralisme itu adalah orang yang kemana-mana maunya ngamuk saja.
Menolak pluralisme dianggap sama dengan hendak mengislamkan paksa dunia.
Ini kan pembelokan masalah. Pembelokan masalah inilah yang harus kita soroti terus, kita perlihatkan pada semua orang bahwa yang bersangkutan tak mampu berdiskusi secara ilmiah, karena argumennya kesana-kemari. Merekalah yang banyak prasangka, banyak menuduh, banyak asumsi. Jadi pertanyaan bodoh tadi tak usah dijawab, lebih baik diekspos saja kepada masyarakat, biar mereka tahu seperti apa kaum ‘intelek’ ala Islam liberal itu. Untuk melawan pemikiran menyimpang juga butuh taktik, bukan sekedar dalil.
Jadi sebenarnya semua orang bisa memberikan perlawanan terhadap Islam liberal?
Insya Allah! Tidak tepat kalau dikatakan bahwa wacana Islam liberal dibawa oleh kaum intelektual, karena gaya mereka tidak selalu intelek. Adakalanya mereka memotong ayat semaunya, membawanya keluar konteks, mengabaikan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya. Tempo hari ada yang mendiskreditkan hadits Rasulullah saw. dengan argumen-argumen yang sudah dikemukakan oleh Ignaz Goldziher, Joseph Schacht dan Margoliouth. Tapi dia sendiri malah tidak tahu siapa itu Goldziher, Schacht dan Margoliouth. Pengetahuannya hanya didapat dari baca artikel ini dan itu karya liberalis Indonesia, tanpa pernah merujuk pada sumber aslinya, yaitu dari kaum orientalis. Dulu juga saya sebenarnya meniru kitab Perjanjian Lama danPerjanjian Baru. Tapi ketika saya minta dia mempresentasikan ayat-ayat yang menurutnya ‘tiruan’ tersebut, dia tidak bisa menjawab.
Sekarang soal sayembara. Mengapa harus diadakan sayembara penulisan artikel?
Sejak beberapa bulan yang lalu, saya sering memberikan kultwit di Twitter. Kondisi Twitter memang mirip medan peperangan yang sesungguhnya. Banyak sekali kalangan Islam liberal di sana, sedikit demi sedikit menebarkan pemikirannya kepada para follower-nya. Tentu saja, kebanyakan follower-nya memang tidak paham Islam liberal itu seperti apa sebenarnya. Fenomena menarik yang saya lihat di Twitter adalah bangkitnya ghirah umat Islam yang termasuk dalam kelompok ‘awam’, justru karena Islam liberal dipasarkan secara begitu vulgar di sana! Lontaran-lontaran pemikiran Ulil Abshar-Abdalla, Guntur Romli, Luthfi Assyaukanie dan kawan-kawannya telah membuat ‘gerah’ begitu banyak Muslim, sehingga timbul resistensi yang kuat dari para tweeps. Prospek dakwah di Twitter sangat menjanjikan. Yang melawan Ulil dan Guntur bukan hanya jebolan pesantren atau da’i, tapi juga anak sekolah, pegawai kantoran, bahkan anak band. Nah, saya lihat, ternyata orang-orang awam pun bisa membungkam para aktivis Islam liberal. Hanya dengan logika sederhana saja bisa ketahuan kontradiksi pemikiran mereka.
Oleh karena itu, saya mendorong supaya semua orang memberanikan diri untuk membela agamanya dari gempuran kaum liberal ini, yaitu dengan menulis sebuah artikel yang mengkritisi Islam liberal. Kalau di Twitter yang dibatasi dengan 140 karakter saja bisa, apalagi dalam bentuk artikel?
Bagaimana kalau banyak yang tidak pede?
Ha ha, ya itulah masalah yang harus dihadapi. Tak mungkin mengalahkan lawan kalau tak pede. Sudah pede pun masih bisa kalah kok, apalagi kalau nggak pede. Sejak awal saya menulis buku Islam Liberal 101 bukan sekedar untuk menjadi pemanis rak di rumah-rumah, melainkan sebagai bahan latihan. Buku ini dipersembahkan bagi mereka yang tidak krisis pede dan siap membela agamanya. Ilmu apa pun bisa dipelajari, keahlian apa pun bisa dilatih, tapi di awalnya harus ada keberanian dulu. Wacana liberalisme ini, seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, telah menyusup ke mana-mana. Tidak bisa tidak, kita pasti akan menghadapinya. Saran saya, lawanlah perasaan tidak pede itu. Anggap saja sayembara ini latihan sebelum membaca buku Islam Liberal 101. Kalau menang syukur alhamdulillaah, kalau kalah ya tidak apa-apa. Pasti ada ‘hitung-hitungannya’ di sisi Allah SWT.
Apakah orang awam bisa menang kalau bersaing dengan cendekiawan?
Kata Prof. Wan Mohd. Nor Wan Daud, pendidikan itu harus komprehensif. Manusia tidak diukur dari pencapaiannya saja tapi juga dari progresnya. Orang biasa yang grafiknya selalu naik lebih punya masa depan ketimbang orang pintar yang grafiknya datar-datar saja. Orang awam, kalau bisa membuat artikel selevel-dua level di bawah jebolan Universitas Al-Azhar Mesir, seharusnya mendapat penilaian lebih tinggi daripada lulusan Al-Azhar yang karya tulisnya selevel Al-Azhar. Penilaian semacam inilah yang akan saya gunakan dalam penjurian nantinya. Agak ribet, tapi memang harus begitu kalau mau komprehensif.
===============================
Untuk Pemesanan Hub.Via SMS ke 0856 84 64 125atauEmail ke ibnu_abuhu@yahoo.co.id===============================